5 Kesalahan Umum Saat Menulis Biografi, dan Cara Menghindarinya

Menulis biografi terdengar mudah karena intinya hanya menceritakan perjalanan hidup seseorang. Namun dalam praktiknya, banyak penulis terjebak pada pola yang membuat biografi jadi membosankan, kaku, atau kurang menyentuh. Padahal, biografi seharusnya mampu menghidupkan kembali kisah dan menghadirkan inspirasi bagi pembaca.

Salah satu kesalahan yang paling sering terjadi adalah menulis dengan urutan waktu yang kaku. Buku biografi sering dimulai dari tanggal lahir, lalu sekolah, hingga karier, tanpa adanya alur cerita yang membuat penasaran. Cara ini memang aman, tetapi cepat membuat pembaca kehilangan minat. Biografi akan lebih menarik jika ditulis dengan gaya storytelling, misalnya dimulai dari momen krusial yang menentukan jalan hidup tokoh, lalu perlahan mengungkap latar belakang yang membawanya ke titik tersebut.

Kesalahan berikutnya adalah menjejalkan terlalu banyak detail sehingga cerita kehilangan fokus. Demi terlihat lengkap, penulis sering memasukkan informasi yang sebenarnya tidak perlu. Padahal, pembaca lebih ingin mengetahui esensi kisah, bukan sekadar deretan fakta. Karena itu, penting menentukan tema besar sejak awal. Misalnya, apakah biografi tersebut ingin menekankan perjalanan bisnis, perjuangan hidup, atau kontribusi sosial. Dengan begitu, setiap bab tetap relevan dan mendukung pesan utama.

Banyak biografi juga terjebak hanya menampilkan data dan peristiwa tanpa menggali sisi emosional. Padahal, yang membuat cerita melekat di hati adalah emosi dan nilai yang dibawanya. Bukan hanya “apa” yang terjadi, tapi “bagaimana” tokoh merasakannya dan “mengapa” hal itu penting dalam perjalanan hidupnya. Memasukkan refleksi, kutipan, atau momen pribadi akan membuat cerita lebih hangat dan manusiawi.

Kesalahan lain adalah gaya bahasa yang terlalu formal atau kaku. Biografi bukan laporan akademis, tetapi kisah hidup yang seharusnya mengalir seperti percakapan. Menggunakan bahasa yang lebih hidup, dengan dialog dan deskripsi, bisa membuat pembaca merasa dekat dengan tokoh yang diceritakan.

Terakhir, sering kali penulis lupa menyampaikan pesan atau pelajaran yang bisa diambil dari kisah hidup tersebut. Biografi yang baik tidak hanya menceritakan, tetapi juga menginspirasi. Menutup cerita dengan refleksi, pesan, atau legacy yang ingin ditinggalkan tokoh akan membuat pembaca merasa mendapat sesuatu yang berharga setelah selesai membaca.

Menulis biografi adalah seni menggabungkan fakta dengan rasa. Menghindari lima kesalahan di atas akan membantu Anda menghasilkan karya yang tidak hanya informatif, tetapi juga menyentuh hati dan memberi makna.

Bagikan artikel ini:
Facebook
WhatsApp
Email